Minggu, 26 Desember 2010

24 di dalam 24

Setahun kemarin terlalu banyak hal menggurat di hati dan kepala saya. Dari yang paling menyenangkan hingga yang terburuk pun jelas menjadi kaleidoskop terdahsyat seumur hidup saya. Berbagai sisi mendapat puja-puji, tapi tidak kalah handalnya saat diri di caci maki.

Terlalu banyak peristiwa yang membuat saya semakin menyadari bahwa sehebatnya, sepandainya, sekerennya pendapat orang di lingkungan kita, belum tentu sama dengan orang lain yang lebih masyur. Dipukul telak dengan perihal buruk yang agak "kecolongan", direndahkan seperti seekor kecoa, dianggap tidak berguna dan tidak pantas, hingga dinilai sepele oleh ras minoritas. Itu semua memuakan. Tak jarang diri saya putus asa. Tapi tak jarang juga keluarga menjadi suntikan hidrolik yang mem pop-up mental ini.

Dibalik semua peristiwa jadah tersebut. Tak kalah banyak rasa syukur yang saya lewati hingga akhirnya pun saya tetap mengeluh dalam jalaninya. Kerjaan yang lebih baik tapi perlu merendahkan latar belakang pendidikan, kendaraan yang menolong tapi tetap tak dinilai baik, sampai pacar setia yang budayanya tak mendukung. 

Bila mengukur berdasarkan momen per momen. Mungkin tiap menit saya bisa senyum-senyum sendiri untuk mengingat semua hal yang saya jalani secara ramai-ramai, sendiri, apalagi sama "jambon".  Tapi tiba-tiba saya bisa jadi cemberut, benci dan ngomel-ngomel sendiri kalo udah inget waktu direndahkan. Kata orang, saat direndahkan itu harusnya jadi titik balik buat bangkit dan menyerang balik. Namun nyatanya hal ini malah menjadi urat yang terjepit di tubuh saya. Baiklah, lebih baik ini menjadi tugas rumah di 24. Mungkin obatnya perlu di urut secara berkala, mungkin juga program detox yang agak menyiksa atau mungkin suntik botox dengan resiko merusak estetika tubuh.

Saya dan 24. Masih banyak yang harus dibenahi. Masih banyak yang harus diperbaharui. Masih banyak hal  yang perlu dibangun. Dan masih banyak ketenangan yang harus dicapai demi diri atas nama keluarga. 
Saya ingin kembali menapak, benar-benar merasakan apa yang saya rasakan di tanah, berpijak, kuatkan kuda-kuda dan akan tiba waktunya untuk berlari. Tinggalkan kenangan, tinggalkan khayalan, kembali pada kenyataan dan terus sadar akan kemampuan demi suatu ketenangan dan harga dalam sebuah keluarga.

Maaf ibu, maaf "jambon". 24 ku berjalan. Jika 2 hari ini aku sudah mengeluh, masih ada 363 hari untuk bersyukur. Dan kuharap hati lebih lapang dalam jalaninya. 

24 di dalam 24

 

0 komentar:

Posting Komentar