Selasa, 18 Januari 2011

Pita Hitam Anak Bangsa

Entah sebutan apa yang pantas bila saya berusaha menyuarakan sesuatu hal mengenai bangsa ini. Apakah sebutan anak bangsa hanya pantas bagi mereka yang telah menorehkan prestasi atas nama bangsa? Lalu bagaimana dengan kami yang tiap hari hanya duduk-belajar, duduk-bekerja, bahkan duduk-mengemis? Apa kami bukan bagian dari bangsa ini?. Bagi saya semua sama saja, toh bila diajak bicara kami semua tetap menggunakan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa ini, lalu bila kami disuruh menyanyi lagu kebangsaan pun saya rasa nada yang keluar dari mulut kami pun sama. Tidak perlu permasalahkan kami yang masih anak-anak. Label kami hanya anak, bukan seperti mereka yang telah diberi label bapak, yang entah kredibilitasnya dalam sejarah bangsa ini masih saja dipertanyakan meski orangnya sudah mati.  

Lalu apa kabar calon bapak-bapak bangsa yang akan muncul??!

Kurang lebih satu bulan yang lalu Timnas sepakbola Indonesia berlaga di ajang piala AFF. Sebuah turnamen yang digelar 2 tahun sekali. Kebetulan yang menjadi tuan rumah untuk tahun ini yaitu Indonesia dan Vietnam. Pada laga pertama Indonesia dengan gagah melibas Malaysia dengan telak 5-1. Begitu juga seterusnya, kemenangan selalu di pihak kami, hingga akhirnya kami patah di final. Namun diluar peristiwa heroik tersebut, terasa sekali banyak pihak yang memanfaatkan euphoria ini. Bukan saja kalangan bawah yang menjadi calo akan tiket pertandingan, tapi yang benar-benar terasa ialah adanya gangguan dari pihak yang hadir dengan kekuasaan. Ini penting!

Sepakbola di negara ini adalah olahraga rakyat. Cuman di bola saya bisa berbagi makanan dengan orang yang baru kenal, cuman di bola saya bisa ditawarin rokok waktu baru dapet tempat duduk, cuman di bola air minum kemasan ukuran satu liter jadi milik 4-5 orang. Karena bola kita bisa seperti saudara. Tapi kalau kenyataannya induk olahraga ini dipolitisasi. Dipimpin seorang yang bekas napi dan saat ini dijadikan boneka dari suatu kekuasaan yang bernafaskan 2014. Ironis.

Saya tak ingin membandingkan dengan negara lain. Tapi rasanya ini bodoh sekali. Kemana kuping SBY  sebagai kepala negara saat seluruh penonton di GBK berteriak nurdin turun?!. Lalu dimana pikirannya saat berteriak bahwa kita siap berantas korupsi, padahal orang yang memimpin suatu organisasi yang bersifat sportivitas justru dibiarkan memimpin meski sudah dipenjara karena jelas-jelas kasus korupsi. Please Beye, Kamu ga punya kuasa atau takut?

Kekuasaan yang telah menyimpang memang harus digulirkan.

Kalau dulu mahasiswa bersatu untuk menjatuhkan rezim Soeharto. Lalu kemarin rakyat Indonesia bersatu untuk dukung timnas sepakbola kita. Maka kapan suporter Indonesia bersatu untuk turunkan Nurdin?

Vox populi vox dei kah?

Saya rasa tak berlebihan jika peristiwa Nurdin Halid dijadikan salah satu wujud keprihatinan sepakbola kita.

Pita Hitam anak bangsa selalu melingkar sampai waktunya beliau turun.

Organisasi sepakbola negri saya memalukan.


-pitahitam anak bangsa-

0 komentar:

Posting Komentar